KERAPU
1. KERAPU BEBEK
kerapu bebek ini ketika masih berukuran kecil merupakan ikan hias dengan nama Panther fish. Setelah ikan ini menjadi besar, ikan ini menjadi ikan konsumsi yang bergengsi sehingga mahal harganya.
Beberapa negera yang mengembangkan budidaya ikan kerapu bebek sebagai pesaing Indonesia antara lain :
- Australia
- Thailand
- Filifina
- Vietnam
- Dan Taiwan
-
Di Thailand penggunaan benih sebagian besar dari hasil tangkapan di alam. Produksi budi daya kerapu bebek umumnya di ekspor ke malaysia, Singapura, Taiwan dan Hongkong
Sistimatika
Family : Serranidae
Spesies : Chromileptes altivelis
Nama dagang : Humpback Grouper, Mero jorobado, Mero Bassu,
Baramundi cod, Sarasa hata, Polka dot grouper, Lo su pan
Nama Lokal : Kerapu Tikus
Ciri-Ciri Umum
1. Badan kerapu bebek pipih,
2. dengan bentuk kepala bagian atas cekung,
3. Tubuh agak pucat berwarna coklat kehijauan
4. Terdapat bintik-bintik hitam disekujur tubuhnya
5. Ujung semua sirip berbentuk bundar/busur
6. Pertumbuhan kerapu bebek sangat lambat dibanding dengan jenis kerapu yang lainnya. Kedewasaan pertama terjadi setelah mencapai ukuran 1,5 kg.
7. Ikan ini memiliki sifat protogony hermaphrodite. Perubahan ini terjadi pada ikan berukuran 2,5-3,0 kg
KERAPU MACAN
Kerapu macan termasuk kelompok ikan kerapu yang berharga tinggi. Jenis kerapu ini merupakan ikan asli Indonesia yang hidup tersebar diberbagai perairan berkarang di Nusantara. Selain di Indonesia daerah penyebaran kerapu macan meliputi : perairan di wilayah INDO-PASIFIK.
Sistimatika
Family : Serranidae
Spesies : Epinephelus fuscoguttatus
Nama dagang : Brown Marble Grouper, Flowery cod, Blotchy Rock cod, Carpet
Cod, Aka Madaharata, Lo Fu Pan
Nama Lokal : Garopa
Ciri-Ciri Umum
1. Bentuk ujung sirip ekor, sirip dada, dan sirip dubur berupa busur
2. Kepala dan badannya berwarna abu-abu pucat kehijauan atau kecoklatan
3. Badan dipenuhi dengan bintik-bintik gelap berwarna jingga kemerahan atau coklat gelap
4. Di alam dapat mencapaipanjang total 95 cm dgn bobot 11 kg
KERAPU LUMPUR
Jenis ikan ini telah dibudidayakan didaerah kepulauan Riau dan Sumatra Utara, khususnya kabupaten/ kota Nias, Tapanuli Tengah, Sibolga Langkat, Deliserdam dan Medan.
Sistimatika
Family : Serranidae
Spesies : Epinephelus coioides
Nama dagang : Estuary Grouper, Fah Paan, Chairomaruhata, Chi hou
Nama Lokal : Kerapu Minyak
Ciri-Ciri Umum
1. Bagian kepala dan punggung berwarna gelap kehitaman
2. Sedangkan perut berwarna keputihan
3. Seluruh tubuhnya dipenuhi bintik-bintik kasar berwarna kecoklatan atau kemerahan
4. Bersifat protogony hermaphrodite, ketika berumur 3 thn berkelamin betina dan setelah berumur 4 thn berkelamin jantan tanpa mengalami perubahan morfologi yg jelas.
5. Kedewasaan terjadi ketika berumur 25-30 cm atau 2-3 tahun
KERAPU SUNU
Merupakan komoditas ekspor yang harganya cukup tinggi. Dua jenis kerapu sunu yang memiliki harga tinggi dan terdapat di Indinesia yaitu
1. P. leopardus (Leopard corral trout )
2. P. maculatus (Barred cheek corral trout)
Harga jenis leopardus hidup diketahui sebesar US S30/kg pd thn 2006
Kerapu sunu merupakan ikan konsumsi laut yang memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah karena teknologi pembenihan massalnya telah dikuasai . Permintaan pasarnya dalam keaadan hidup sangat tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.
Sistimatika
Famili : Serranidae
Spesies : Plectropomus leopardus, P. maculatus
Nama dagang : Spotted Coral grouper, Spotted coral trout, Viele saintsilac,
mero con pintas, Mero de coral, Coral cod, Jin hou, Sai sing
Nama Lokal : Kerapu Bara
Ciri-ciri Umum
1. Badan ikan memanjang tegak
2. Kepala, badan, dan bagian tengah dari sirip berwarna abu-abu kehijau-hijauan, coklat, merah, atau jingga kemerahan dengan bintik2 biru yang berwarna gelap pada pinggirnya .
3. Bintik-bintik pada kepala dan bagian depan badan sebesar diameter bolamatanya atau lebih besar.
4. Bentuk ujung sirip ekor adalah rata
5. Ujung sirip caudal terdapat garis putih
6. Laju pertumbuhan kerapu sunu berlangsung cepat yaitu 0,81 mm/hari dlm waktu 6 bln sudah mencapai 14 cm
7. Perubahan kelamin terjadi pd saat panjang total antara 23-62 cm atau panjang total rata-rata 42 cm
KERAPU BATIK
Sebagaimana halnya dengan kerapu lainnya kerapu batik merupakan ikan karang yang bernilai ekonoms tinggi, banyak terdapat didaerah kepulauan khususnya diwilayah perairan atol. Karena harganya yg tinggi maka minat untuk membudidayakan sangat besar.
Sistimatika
Famili : Serrinidae
Spesies : Epinephelus microdon
Nama Dagang : Small tooth rock-cod, camouflage grouper, marble
grouper
Nama lokal ; -
Ciri-ciri Umum
1. kepala badan dan sirip berwarna coklat pucat dan tertutup bintik-bintik berwarna coklat gelap
2. Pada kepala dan badan trdapat bercak berwarna hitam tumpang tindih dengan bintik hitam tersebut
3. Pada bagian pangkal tampak jelas sebuah bercak hitam
4. Terdapat banyak bintik2 putih pd sirip dan beberapa dibagian kepala dan badan
5. Ujung sirip ekor membulat berbentuk busur
Ukuran terbesar yang pernah dilaporkan sebesar 61 cm panjang standar dan bobotnya 4 kg, ikan kerapu batik betina mencapai matang kelamin dengan ukuran bobot antara 0,5-1,8 kg dan panjang total antara 32,0-43 cm.
Jantan mengalami matang gonad pada ukuran bobot lebih dari 1,9 kg dan panjang total 44 cm.
Pemilihan Lokasi Budidaya
1. lokasi atau lahan yang cocok diantaranya salinitas air 30-35 ppt,
2. dan bersuhu 27-32 0C
3. adapun syarat lainnya kerapu hidup pada terumbu karang dengan kedalaman 5- 50 m
4. Dapat dibudidayakan pada KJA
Wadah Budidaya
Pada umumnya KJA terdiri atas rangka yang terbuat dari kayuan . Kerangka rakit yang digunakan sebaiknya berukuran 5mx5m dengan ukuran jaring 2mx2m sehingga dalam 1 unit rakit terdapat 4 unit jaring. Mata jaring disesuaikan dengan besar ukuran ikan yang ditebar. Semakin besar ukuran benih maka semakin besar ukuran mata jaring yang digunakan. Selain itu harus disediakan jaring pengganti dengan ukuran mata jaring yang berbeda. Pelampung dan jaring berbentuk kelabu terbalik yg diikatkan pada kerangka kayu, pelampung tersebut dapat berupa Plastic foam maupun drum bekas (drum plastik atau drum besi)
Pengelolaan Budidaya
1.Penyediaan benih
Benih berukuran panjang 4 – 10 cm dari hatchery tersedia hampir sepanjang tahun, benih yang diperlukan dapat diperlukan dapat di peroleh dari alam atau dari HSRT atau HL di gondol, Sitobondo atau Lampung.
2.Penebaran Benih
benih yang ditebar adalah benih yang sehat. Penebaran benih yang terlalu padat dapat menyebabkan pertumbuhan lambat dan terjadi kematian yang tinggi selama pemeliharaan. Kepadatan benih diusahakan kurang dari 2kg/m3 sebelum berat mencapai 10 gr. Selanjutnya kepadatan benih dipertahankan 7 kg/m3
3. Pendederan
pendederan dapat dilakukan di dalam bak beton, semen, fiber glass ataupun dalam KJA. Bak beton/fiber glass yang digunakan berbentuk selinder ataupun empat segi panjang. Volume beragam antara 4 – 20 m3 dengan ketinggian air 80-100cm. Bak ini dilengkapi dengan pipa pemasukan dan pipa pembuangan air serta pipa udara (aerator).
usaha pendederan yg menggunakan KJA harus memiliki 2 jenis keramba yang berbeda ukuran dan mata jaringnya. Jenis pertama berukuran kecil 1mx1mx1,5m terbuat dari waring bermata jaring 4 mm. sebulan kemudian ukuran karamba yg digunakan lebih besar yaitu 2x2x2m dgn jaring terbuat dari polietilen bermata jaring 0,5 inci.
Padat tebar dalam bak dan KJA pendederan disesuaikan dengan ukuran benih yang ditebar. Benih yang ditebar sedapat mungkin harus seragam ukurannya. Apabila digunakan benih berukuran 3-4 cm, padat tebar yang digunakan sekitar 300-500 ekor /m3 air.
4. Pembesaran
Usaha pembesaran adalah usaha membesarkan ikan dari benih berukuran sekitar 8 cm menjadi ikan konsumsi berukuran 250-500 g/ekor. Usaha ini dilakukan di dalam KJA di laut
5.Pemberian pakan
Ikan kerapu bebek merupakan ikan karnivora dan tanggap terhadap pakan buatan asalkan dilatih terlebih dahulu. Untuk pembesaran jenis ikan kerapu bebek , diperlukan pelet terapung dengan kadar protein 47,5 %.
Tabel 1. Metode Pemberian Pakan Ikan Kerapu Bebek Dengan Ikan
Rucah Dalam KJA di Laut
Ukuran Ikan
(g/ekor) Dosis Pakan
(% Bobot Tubuh) Frekuensi Pemberian Pakan (Kali/hari)
5 – 10 12-20 3-4
10 – 50 10-15 2-3
50-150 8-10 1-2
150-300 6-8 1
300-600 4-6 1
Ukuran Ikan
(g/ekor) Bentuk atau Ukuran Diameter Pakan
(mm) Dosis Pakan
(% Bobot Tubuh) Frekuensi Pemberian Pakan
(Kali/Hari)
5-20 Pelet-3 2,0-4,0 2-3
20-100 Pelet-5 1,5-2,0 2
100-200 Pelet-7 1,2-1,5 1-2
200-300 Pelet-10 1,0-1,2 1
>300 Pelet-12 0,8-1,0 1
Pengendalian Hama dan Penyakit
Di dalam tempat pemeliharaan seperti KJA, tangki atau bak jenis ikan ini sering menjadi sasaran menjadi parasit, baktri dan virus. Parasit yang paling sering dijumpai adalah benedenia dan neobedenia yang hidup di kulit maupun di insang. Serangan parasit ini dapat di atasi dengan cara ikan direndam dalam air tawar selama beberapa menit. Sementara itu jenis bakteri yang suka menyerang sirip dan kulit kerapu adalah flexibacter dan vibrio. Penyakit bakteri tersebut dapat diatasi dengan pemberian antibiotik oxytetracycline (50 mg) atau Oxolinic acid (10-30 mg) per kg bobot badan ikan secara oral. Penyakit lain yang hingga sekarang yang belum dapat diatasi adalah penyakit yang disebabkan oleh virus VNN dan Iridovirus. Golongan penyakit ini sangat merugikan oleh karena itu pemilihan benih yang sehat sebelum ditebar dalam karamba sangat penting untuk dilakukan.
Panen
Ikan kerapu bebek dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi yaitu 500-600 g/ekor. Adapun waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran tersebut sekitar 16-20 bulan untuk kerapu bebek dengan sintasan rata-rata 80 %. Pemanenan ikan kerapu bebek di dalam KJA mudah di lakukan seperti panen ikan di KJA pada umumnya.
Sistem pemanenan dapat dilakukan secara total atau selektif tergantung kebutuhan.
PROBIOTIK
Definisi prebiotik
Menurut Fuller (1987), Probiotik merupakan makanan tambahan (suplemen) dari sel-sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora mikroba intestinalnya.
Defenisi ini ditujukan pada hewan terestrial dan manusia dengan menekankan bahwa probiotik merupakan mikroba hidup yang diberikan melalui makanan
Gatesoupe (2000), probiotik sebagai sel-sel mikroba yang diberikan dengan cara tertentu agar masuk kedalam saluran gastrointestinal dan tetap hidup dengan tujuan memperbaiki kesehatan.
Gram et al (1999), Probiotik adalah segala bentuk pakan tambahan berupa sel mikroba hidup yang menguntungkan bagi hewan inangnya dengan cara menyeimbangkan kondisi mikrobiologis inang.
Penggunaan probiotik dapat dikategorikan sebagai pengendalian biologis (biological control, biocontrol) karena peranannya dalam membatasi atau membunuh penyakit.
Probiotik bukan hanya berfungsi sebagai egen pengendali penyakit akan tetapi juga berfungsi untuk :
1. Mekanisme pertahan tubuh atau imunitas
2. Dan memperbaiki kualitas air
Pada akuakultur, probiotik telah berhasil digunakan sebagai agensia pengendali flora mikroba tangki-tangki pemeliharaan udang melalui penebaran mikroba hidup pada tangki-tangki . Perbaikan kualitas perairan dan menekan vibrio luminesens melalui penebaran mikroba ke tambak
Penelitian penggunaan probiotik dalam akuakultur difokuskan pada hewan-hewan akuatik pada stadia larva, juvenil dan dewasa, serta pakan hidup .
Hewan darat mengalami kolonisasi awal oleh mikroba melalui induknya. Sedangkan hewan akuatik umumnya menetaskan telurnya di air tanpa kontak lanjut dengan induknya, sehingga kolonisasi awal dilakukan oleh mikroba perairan. Begitu telur dibebaskan dari tubuh induk dan dibuahi, mikroba lingkungan air akan segera mengkoloni permukaan telur.
Hewan yang baru menetas saluran pencernaannya belum berkembang penuh dan tanpa komunitas mikroba, begitu pula pada insang dan pada bagian eksternalnya, begitu kontak dengan lingkungan, hewan akan segera akan mengalami kolonisasi mikroba. Dengan demikian mikroba primer pada stadium awal hewan larva akuatik tergantung pada komposisi mikroba perairan.
Interaksi antara mikroba dengan inang tidak terbatas pada saluran pencernaan saja, bakteri probiotik juga dapat aktif pada insang, kulit tubuh inang atau lingkungan disekelilingnya.
interaksi yang intensif antara mikroba dan inang dalam akuakultur menjadikan sejumlah probion berasal dari lingkungan bukan dari pakan atau saluran pencernaan. Sebagaimana penggunaan hewan terestrial atau manusia (Fuller, 1987)
Syarat-syarat untuk probiotik :
1. Mengntungkan inangnya
2. Mampu hidup (tidak harus tumbuh) di intestinum,
3. Dapat disiapkan sebagai produk sel hidup pada skala rumah industri
4. Dapat terjaga stabilitas dan sintasan untuk waktu yang lama pada penyimpanan maupun di lapangan
Hewan akuatik dapat diasumsikan sama dengan hewan darat dan manusia, yaitu mikroba intestinal tidak eksis dengan sendirinya tetapi merupakan hasil interaksi konstan dengan lingkungannya dan fungsi-fungsi inangnya.
5. Ada bukti-bukti bahwa bakteri yang ada pada lingkungan perairan mempengaruhi komposisi mikroba pada intestinum dan sebaliknya (Cahill, 1990; Ring et al., 1995).
6. Genera yang dijumpai pada saluran pencernaan ikan mirip dengan genera yang dijumpai pada lingkungan akuatik dan pakannya. Sebagian dari mikroba tersebut dapat hidup dan berkembang didalam saluran pencernaan inang (Chill, 1990)
Pengendalian penyakit pada manusia dan ternak (hewan terestrial) menggunakan probiotik telah dilakukan sejak lama dan terekomendasi dengan baik (Fuller, 1987).
Pada dasarnya ada 3 model kerja probiotik :
1. Menekan populasi mikroba melalui kompetisi dengan memproduksi senyawa-senyawa anti mikroba atau melalui kompetisi nutrisi dan tempat pelekatan di dinding intestinum
2. Merubah metabolisme mikrobial dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim
3. Menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi atau aktivitas makrofag
Probiotik dianggap menguntungkan karena mampu menghambat kolonisasi intestinum oleh mikroba yang merugikan, produksi senyawa-senyawa antimikroba, serta kompetisi terhadap nutrien dan ruang.
Probiotik menguntungkan inangnya antara lain karena memperbaiki nutrisi seperti produksi vitamin-vitamin, detoksikasi pangan, serta melalui aktivitas enzim.
Seleksi probiotik cenderung didsarkan pada kemampuan melekat pada epitel intestinum, melalui kolonisasi , memperbaiki aktivitas metabolik dan menstimulasi imunitas inang.
Probiotik digunakan pula untuk menjaga keseimbangan mikroba dan pengendalian patogen dalam saluran pencernaan, air serta perbaikan kualitas lingkungan perairan melalui biodegradasi
Sejumlah bakteri akuatik mampu memproduksi senyawa antimikroba. Kemampuan ini sebagai salah satu bentuk kompetisi untuk memperoleh nutrien atau energi. Mekanisme tersebut dipercaya mampu menghambat pertumbuhan patogen dalam intestinum dan pada permukaan tubuh inang atau lingkungan.
senyawa-senyawa penghambat tersebut sangat beragam diantaranya berupa :
1. Siderofor
2. Bakteriosin
3. Lisozim
4. Protease
5. Hidrogen perioksidase
6. Dan asam-asam organik (Nair et al; 1985., Lemos et al; 1991)
Tetapi aktivitas penghambatan seperti itu umumnya hanya dipelajari secara in-vitro. Dalam hal lizosim telah terbukti bahwa dengan pemberian probiotik A3-51 (A. Sobria) untuk suplemen pakan rainbow trout selama 3 minggu terbukti meningkatkan aktivitas lizosim menjadi 1,7 x 103 unit per menit adapun kontrol hanya 0,2x103 unit per menit (Irianto, 2002)
Banyak senyawa-senyawa kimiawi yang berasal dari mikroba memiliki aktivitas imunostimulan pada hewan akuatik misalnya:
LPS
Peptidoglikan dan
Glukan
Penggunaan probiotik sebagai suplemen pakan hewan akuatik jug menunjukkan aktifitas imunostimulasi. Penelanan bakteri dan dilanjutkan dengan endositosisnya dalam tubuh larva ikan dapat menstimulasi sistem imun.
Pengaruh imunostimulan dapat ditunjukkan oleh meningkatnya imunoglobulin (IgA), meningkatnya aktifitas fagositosis, meningkatnya jumlah sel T dan meningkatnya aktifitas makrofag (Foller, 1987).
Stimulasi sistem imun tidak selalu harus ditunjukkan dengan meningkatnya IgA. Meski dilakukan suplementasi probiotik pada pakan tetapi antibodi pada serum dan mukus tidak terdeteksi, suplementasi tersebut menguntungkan inang dengan meningkatkan jumlah leukosit dan persentase limposit darah, meningkatkan jumlah dan aktifitas makrofag ginjal, dan aktifitas lisosim serum (Irianto, 2002).
Keuntungan dengan penggunaan Probiotik
1. Menghambat kolonisasi intestinum oleh mikroba yang merugikan
2. Memproduksi senyawa-senyawa antimikroba
3. Kompetisi terhadap nutrien dan ruang
4. Memproduksi vitamin-vitamin
5. Beragam mikroba mampu mensintesa biotin
Seleksi bakteri Probiotik antara lain :
1. Kemampun melekat pada epitel intestinum
2. Mampu berkolonisasi
3. Memperbaiki aktivitas metabolik
4. Dan menstimulasi imunitas inang
5. Memproduksi senyawa antimikroba
Sejumlah bakteri mampu menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba antara lain :
1. Siderofor
2. Bakteriosin
3. Lisozim
4. Protease
5. Hidrogen peroksidase
6. Asam-asam organik
Pengaruh probiotik terhadap imunitas ikan
1. Meningkatnya Imunoglobulin (IgA)
2. Meningkatkan aktivitas Fagositosis
3. Meningkatkan jumlah sel T
4. Meningkatkan aktivitas magrofag
PERSYARATAN LOKASI
Dalam budidaya ikan patin baik sistem karamba maupun fence terdapat 3 sub sistem pemeliharaan, yaitu pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan induk untuk menghasilkan telur sampai dengan larva. Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan ikan patin ukuran tertentu dari hasil pembenihan sebagai transito sebelum dipelihara di tempat pembesaran. Pembesaran adalah pemeliharaan ikan patin ukuran tertentu dari hasil pendederan sampai menghasilkan ikan ukuran konsumsi.
Dalam usaha budidaya ikan patin persyaratan lokasi yang harus dipenuhi untuk mencapai produksi yang menguntungkan meliputi sumber air, kualitas air dan tanah serta kuantitas air. Kriteria persyaratan tersebut berbeda tergantung daripada sistem budidaya yang digunakan. Sebelum menetapkan lokasi usaha, selain harus memenuhi persyaratan tersebut perlu pula dipastikan kelayakan lokasi budidaya ditinjau dari segi gangguan alam, gangguan pencemaran, gangguan predator, gangguan keamanan dan gangguan lalu lintas angkutan air. Uraian berikut adalah persyaratan lokasi yang perlu diperhatikan menurut Khairuman, Amd dan Ir. Dodi Sudenda (Budidaya Patin Secara Intensif, 2002)
a. Persyaratan lokasi budidaya di kolam
Sumber air :
Sumber air dapat berasal dari saluran irigasi teknis, sungai atau air tanah yang berasal dari sumur biasa atau pompa. Pembesaran ikan patin tidak memerlukan sumber air yang senantiasa mengalir sepanjang waktu, namun untuk pembenihan kondisi airnya harus bersih.
Kualitas air :
Kualitas air yang kurang baik dapat menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Kualitas air meliputi sifat kimia air dan sifat fisika air. Sifat kimia air adalah kandungan oksigen (O2), karbondioksida (CO2), pH, zat-zat beracun dan kekeruhan air. Sedangkan sifat fisika air adalah suhu, kekeruhan dan warna. Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang tahan terhadap kekurangan oksigen di dalam air dan apabila air kekurangan oksigen ikan patin dapat mengambil oksigen dari udara. Pada usaha budidaya intensif kandungan oksigen yang diperlukan adalah minimal 4 mg/liter air, sedangkan kandungan karbondioksida kurang dari 5 mg/liter air. Alat yang digunakan untuk mengukur kandungan oksigen dan karbondioksida adalah water quality test kit atau alat pengukur kualitas air. Nilai pH (puisanche of the H) yang normal bagi kehidupan ikan patin adalah 7 (skala pH 1-14), namun karena pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari akibat berlangsungnya fotosintesa maka derajat keasaman yang baik untuk ikan patin adalah antara 5-9.
Alat yang digunakan untuk mengukur keasaman air adalah kertas lakmus. Zat beracun yang berbahaya bagi kehidupan ikan patin adalah amoniak, yaitu amoniak bukan ion (NH3) dan amonium (NH4) yang biasanya muncul apabila fitoplankton banyak yang mati yang diikuti dengan penurunan pH karena kandungan karbondioksida meningkat. Batas konsentrasi kandungan amoniak yang dapat mematikan kehidupan ikan patin adalah antara 0,1-0,3 mg/liter air. Kekeruhan dapat mempengaruhi cahaya matahari yang masuk ke dalam air. Kekeruhan disebabkan karena berbagai partikel seperti lumpur, bahan organik, sampah atau plankton. Kekeruhan yang baik adalah disebabkan oleh plankton. Alat yang digunakan untuk mengukur kekeruhan air adalah sechi disk. Kategori kekeruhan air adalah sebagai berikut :
Kedalaman air (cm) Kesimpulan
1. 1 – 25 Air keruh, dapat disebabkan oleh plankton dan partikel tanah
>
2. 25 – 50 Optimal (plankton cukup)
3. 50 Jernih (plankton sedikit)
Kuantitas air :
Debit air yang dibutuhkan untuk pemeliharaan ikan patin berbeda-beda untuk budidaya pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pengetahuan tentang debit air akan memberikan keuntungan karena dapat mengoptimalkan penggunaan air. Ada 2 cara pengukuran debit air, yaitu secara langsung dengan meletakkan ember di pintu air yang masuk dan secara tidak langsung pada saluran air yang masuk ke kompleks perkolaman. Rumus pengukuran debit air secara langsung adalah volume air dibagi waktu (menit/detik), sedangkan secara tidak langsung adalah (lebar saluran x kedalaman air x panjang saluran) dibagi waktu.
Tanah
Tanah yang cocok untuk budidaya ikan patin adalah tanah liat atau lempung berpasir dan tidak poreus. Jenis tanah ini dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat dinding kolam atau pematang. Jenis tanah lain yang juga cocok untuk pemeliharaan ikan patin adalah tanah terapan, tanah berfraksi kasar dan tanah berpasir.
b. Persyaratan lokasi budidaya karamba dan fence
Budidaya ikan patin sistem karamba dapat dilakukan di danau, situ, atau sungai dengan mempertimbangkan faktor teknis dan sosial ekonomi. Penempatan karamba di perairan umum dianjurkan di jalur arus horizontal, di daerah muara, karena pasokan air cukup dan kandungan oksigen terlarut juga tinggi. Selain itu pergerakan air dapat membantu menghanyutkan sisa-sisa kotoran dan bahan organik. Penempatan fence sebaiknya di rawa-rawa atau pinggir sungai. Penempatan karamba dan fence di perairan luas dan terbuka sebaiknya dihindari, karena pengaruh gelombang dan tiupan angin kencang dapat mengancam keamanannya. Kedalaman karamba atau fence pada air yang mengalir minimal 3 meter dan pada air yang tidak mengalir minimal 5 meter. Kriteria kualitas air budidaya ikan patin di jaring apung adalah sebagai berikut :
Kriteria Nilai Batas
a. Fisika
- Suhu 20-30oC
- Total padatan terlarut Maksimum 2000 mg/l
- Kecerahan Lebih dari 45 cm
b. Kimia
- PH 6-9
- Oksigen terlarut Maksimum 8 jam/hari, minimal 3 mg/l
- Karbondioksida bebas Maksimum 15 mg/l
- Amoniak Maksimum 0,016 mg/l
- Nitrit Maksimum 0,2 mg/l
- Tembaga(Cu) Maksimum 0,02 mg/l
- Seng (Zn) Maksimum 0,02 mg/l
- Mercuri (Hg) Maksimum 0,002 mg/l
- Timbal (Pb) Maksimum 0,3 mg/l
- Klorin bebas (Cl2) Maksimum 0,003 mg/l
- Fenol Maksimum 0,001 mg/l
- Sulfida Maksimum 0,002 mg/l
- Kadmium (Cd) Maksimum 0,01 mg/l
- Fluorida Maksimum 1,5 mg/l
- Arsenikum (As) Maksimum 1 mg/l
- Selenium (Se) Maksimum 0,05 mg/l
- Krom heksavalen (Cr + 6) Maksimum 0,05 mg/l
- Sianida (Cn) Maksimum 0,02 mg/l
- Minyak dan lemak Maksimum 1 mg/l
c. Gangguan alam
Masalah yang mengancam budidaya ikan patin di karamba jaring apung dan fence adalah terjadinya umbalan air, berupa naiknya massa air dari dasar ke permukaan secara tiba-tiba. Hal ini terjadi pada awal musim hujan saat terjadi penurunan suhu secara mendadak pada lapisan permukaan akibat hujan deras yang terjadi secara tiba-tiba. Hal ini tidak berpengaruh terlalu buruk pada air yang jernih, sedangkan pada perairan yang dasarnya kotor tercemar limbah (termasuk limbah pakan ikan) dapat mengancam kehidupan ikan. Massa air yang naik ke permukaan akan membawa senyawa-senyawa beracun yang membahayakan kehidupan ikan, misalnya yang terjadi di waduk Cirata dan Saguling beberapa tahun yang lalu. Gangguan alam lainnya adalah berkurangnya debit air pada musim kemarau yang biasanya terjadi setiap tahun pada bulan Juli sampai dengan Oktober. Penyimpangan musim kemarau biasanya terjadi setiap 5 tahun sekali.
d. Gangguan pencemaran
Lokasi budidaya ikan patin di sungai dan rawa sangat rawan terhadap pencemaran air yang terutama muncul pada puncak musim kemarau dan awal musim penghujan. Pencemaran dapat terjadi karena :
• Proses pembusukan akar-akar/tumbuhan yang menyebabkan air cenderung bersifat asam dan biasanya terjadi di daerah rawa pada awal musim hujan.
• Pencemaran bahan-bahan kimia dan energi dari limbah pabrik serta lahan pertanian.
• Pencemaran oleh limbah domestik/rumah tangga.
e. Gangguan predator
Oleh karena pembesaran ikan patin dilakukan di alam terbuka maka kemungkinan besar terjadi serangan hama atau predator. Hama atau predator yang sering menyerang ikan patin adalah linsang (sero), biawak, ular air, kura-kura dan burung. Cara pemberantasan yang efektif adalah dengan membunuh, memasang perangkap, memasang umpan beracun dan membersihkan areal pemeliharaan dari rumput atau semak yang menjadi sarang predator.
f. Gangguan keamanan
Gangguan keamanan pada lokasi perlu di perhitungkan dengan menempatkan penjaga, terutama pada malam hari. Untuk itu maka di lokasi budidaya sistem fence perlu dibuat pondok-pondok untuk tempat berlindung bagi penjaga, sedangkan pada budidaya sistem karamba perlu dibuat pintu-pintu penutup dengan gembok pada bagian atas sekaligus juga berfungsi sebagai lobang tempat pemberian pakan.
g. Gangguan lalu lintas angkutan air
Jika lokasi karamba dan fence adalah di sungai yang merupakan jalur angkutan air maka karamba atau fence harus ditempatkan di pinggir sungai, sehingga tidak mengganggu jalur transportasi. Konstruksi karamba atau fence harus dibuat cukup kuat agar tidak terganggu oleh ombak dan arus yang ditimbulkan oleh lalu lintas transportasi air.
KONSTRUKSI KERAMBA
Karamba yang siap digunakan belum tersedia di pasaran, namun bahan-bahan pembuatan karamba cukup banyak tersedia di sekitar lokasi. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan karamba terdiri dari balok kayu dan bambu. Balok kayu berfungsi sebagai rangka dan bambu sebagai dinding dan penutup yang diikatkan dengan tali nilon pada rangka kayu. Bentuk karamba adalah kotak segi empat yang pada bagian bawahnya terbuka dengan ukuran panjang 4 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1,5 meter. Penempatan karamba adalah 2/3 di dalam air dan 1/3 diatas permukaan air. Pada bagian tengah penutup karamba dibuat lubang terbuka berukuran 0,5 x 0,5 meter yang berfungsi sebagai tempat pemberian pakan dan pengontrolan ikan.
Di bagian dalam karamba dimasukkan jaring yang diikat pada dinding karamba, sebagai wadah penampung ikan patin yang dipelihara. Ukuran mata jaringnya lebih kecil dari ukuran benih ikan patin yang ditebar. Jaring ukuran tersebut sudah tersedia dan mudah dibeli di pasaran.
Karamba ditempatkan di pinggir sungai secara berkelompok dan setiap kelompok terdapat 20 – 40 karamba. Penempatannya secara berpasangan dan diantara pasangan karamba ditempatkan bambu bulat yang berfungsi sebagai tempat pengikat, sekaligus sebagai pelampung karamba. Di antara tiap karamba dibuat jalan penghubung dari papan kayu. Kedua ujung bambu tersebut di ikat pada tiang yang ditancapkan kedasar sungai sebagai penahan agar karamba tidak terbawa arus air sungai. Untuk setiap kelompok, diatas bambu pelampung dibuat pondok ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 meter sebagai tempat berteduh bagi petugas yang jaga di malam hari. Rangka pondok terbuat dari bambu dan kayu, lantai dari bambu dan atap dari daun rumbia atau nipah.
Foto 1. Karamba di tepi sungai Komering desa Tanjung Lubuk, kecamatan Kayu Agung, kabupaten OKI
Sumber : Solider, Bank Indonesia
KONSTRUKSI FENCE
Fence dalam bahasa Inggris berarti pagar; jadi sistem fence adalah budidaya ikan patin dalam suatu tempat yang sekelilingnya di batasi dengan pagar. Ukuran luas satu unit adalah lebar 5 meter, panjang 10 – 12 meter dan tinggi 5 meter. Konstruksi fence terdiri dari pagar keliling, pondok (rumah jaga) dan perahu. Sistem fence yang telah siap pakai belum tersedia di pasaran, sehingga harus dirancang dan dibuat sendiri, kecuali anyaman bambu untuk pagar dan perahu.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat pagar biasanya tersedia di sekitar lokasi, yaitu bambu bulat ukuran panjang 11 meter; bambu anyaman yang terdiri dari 2 macam ukuran yaitu ukuran panjang 5 meter dan tinggi 3 – 4 meter dan ukuran panjang 5 meter dan tinggi 1,5 – 2 meter; kayu pelawan ukuran panjang 6 – 7 meter dan tali nilon ukuran 4 mm atau tali plastik (trapping band). Kayu pelawan berfungsi sebagai tiang yang ditancapkan ke dalam dasar sungai dengan jarak antara 30 – 50 cm, bambu anyaman ukuran 5 x 3 meter berfungsi sebagai pagar bagian bawah (dalam air) dan bambu ukuran 5 x 2 meter berfungsi sebagai pagar bagian atas yang diikat dengan nilon atau tali plastik pada masing-masing tiang pancang. Rancangan tinggi pagar harus memperhitungkan tinggi air pada musim hujan, untuk menghindari kemungkinan air di dalam fence melebihi tinggi pagar. Apabila banjir, bambu anyaman bagian atas dapat ditambah lagi.
Untuk setiap unit fence, di atasnya dibuat pondok (rumah jaga) berukuran 1,5 x 1,5 meter, tempat berlindung orang atau petugas pada waktu jaga di malam hari. Rangka pondok terbuat dari bambu dan kayu, lantai dan dindingnya terbuat dari bambu atau papan dan atap dari rumbia atau daun nipah. Selain pondok, dibuatkan jembatan dari bambu sebagai jalan penghubung untuk mengontrol atau memberi makan ikan. Setiap unit fence dilengkapi perahu terbuat dari kayu sebagai alat transportasi orang dan pakan.
Foto 2. Fence di desa Tanjung Dayung, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OKI Foto 3. Perahu, alat transportasi pada budidaya sistem fence, kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OKI
Sumber: Solider, Bank Indonesia
PENYEDIAAN BENIH
Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan yang sulit dipijahkan secara alami, karena sulit menciptakan atau memanipulasi lingkungan yang sesuai dengan habitat aslinya. Karena itu untuk produksi benih dilakukan pemijahan buatan atau induce breeding (kawin suntik) dengan menggunakan kelenjar hipofisa ikan mas atau hormon gonadotropin yang di impor dengan nama dagang Ovaprim. Jenis ikan patin yang dipijahkan secara kawin suntik adalah Pangasius hypopthalmus, dan ikan patin lokal (Pangasius djambal) baru dimulai pada tahun 2000. Menurut informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Sumsel, direncanakan pada tahun 2004 benih ikan patin lokal mulai dikembangkan di unit-unit percontohan, dan untuk selanjutnya disebarkan kepada Unit Pembenihan Rakyat untuk diproduksi secara massal.
Masalah utama dalam pasokan benih ikan patin di kabupaten OKI adalah kurangnya unit pembenihan (hatchery) ikan patin. Berdasarkan data DPKP kabupaten OKI tahun 2002, hanya ada 1 unit pembenihan ikan patin di kabupaten ini, yaitu di desa Lubuk Seberuk, kecamatan Lempuing seluas 40 m2 yang belum mampu memenuhi kebutuhan lokal. Pembudidaya ikan patin di daerah OKI memperoleh benih dari Palembang dan daerah lain yaitu Bogor (Darmaga, Jasinga dan Leuwiliang). Pengadaan benih dilakukan oleh para distributor benih yang tersebar di 4 kecamatan di kabupaten OKI sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2.
Distributor Benih Ikan Patin di Kabupaten OKI
No Kecamatan Luas (m2) Kapasitas produksi (ekor/thn)
1 Inderalaya 198 230.000
2 Tanjung Batu 250 400.000
3 Sirah Pulau Padang 100 470.000
4 Tanjung Lubuk 150 60.000
Jumlah 698 1.160.000
Sumber: DPKP Kabupaten OKI, 2003
Para distributor benih, rata-rata 3 – 5 kali sebulan membeli benih dari Bogor dan setiap pembelian sekitar 50.000 – 60.000 ekor. Mortalitas atau tingkat kematian benih yang berasal dari Bogor relatif rendah, yaitu sekitar 10 ekor per 50.000 ekor benih atau kurang dari 0,02%. Ukuran benih yang dibeli adalah 1,5 – 2 inci, namun apabila benih yang diperlukan lebih banyak maka ukuran benih yang dibeli adalah 1 – 2 inci. Pembudidaya ikan patin pola karamba membeli benih dari distributor, sedangkan pembudidaya sistem fence membeli langsung dari tempat pembenihan
PEMELIHARAAN
Sebagaimana telah dijelaskan pada awal Bab ini, tahapan kegiatan dalam budidaya ikan patin meliputi pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pada sistem karamba lazimnya hanya dilakukan pembesaran, sementara pada sistem fence pembudidaya juga melakukan pendederan.
Sistem Fence.
(1). Pendederan
Pendederan dilakukan di dalam fence dengan menggunakan jaring hapa yang berukuran halus atau yang biasa digunakan sebagai tempat penetasan telur pada pembenihan ikan mas. Keuntungan yang diperoleh jika penebaran benih dilakukan dalam jaring antara lain dapat menghindari serangan hama sehingga mortalitasnya rendah; mudah mengontrol dan memberi pakan; dan mudah memanen hasilnya. Ukuran mata jaring harus disesuaikan dengan ukuran benih patin yang ditebarkan untuk menghindari lolosnya benih patin dari dalam jaring. Ukuran mata jaring yang umum digunakan adalah 3 x 3,5 x 0,75 cm.
Jaring harus bersih dan tidak sobek. Jaring dipasang di pinggir fence dan setiap sudut jaring diikatkan ke bambu atau kayu sebagai penahan sehingga posisi jaring tetap. Ketinggian air didalam jaring berkisar antara 50 – 75 cm. Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu masih rendah. Agar benih yang ditebar tidak mengalami stres, penebaran dilakukan dengan aklimatisasi, yaitu melakukan penyesuaian suhu air di wadah pengangkutan terhadap suhu air di dalam jaring dengan cara menambahkan atau mencampur air di dalam wadah pengangkutan dengan air dalam jaring sedikit demi sedikit. Benih-benih patin yang ditebar dibiarkan keluar dengan sendirinya. Padat penebaran adalah antara 75 – 100 ekor/m3 air.
Selama pendederan benih diberi pakan tambahan karena benih patin berada dalam wadah yang terbatas sehingga tidak mungkin mendapat makanan alami. Makanan tambahan diberikan dalam bentuk tepung sebanyak 3 – 5% dari berat total patin yang didederkan. Pemberian pakan diberikan pada pagi, siang, sore dan malam hari. Lama pendederan sekitar satu bulan atau disesuaikan dengan kebutuhan atau ukuran untuk pembesaran. Mortalitas selama pendederan adalah sekitar 15%- 20% dari total benih yang didederkan.
Benih sudah dapat dilepaskan ke tempat pembesaran setelah mencapai ukuran untuk pembesaran atau berumur satu bulan. Pemanenan dilakukan dengan mengangkat ketiga sudut bagian bawah jaring secara perlahan-lahan. Benih akan terkumpul di sudut yang lain, kemudian benih di tangkap dengan menggunakan alat tangkap halus berupa scop net dan selanjutnya ditampung sementara di tempat penampungan atau langsung ditebar ke tempat pembesaran.
(2). Penebaran benih untuk pembesaran
Padat penebaran merupakan hal penting yang harus diperhatikan pada saat menebarkan benih. Jika padat penebaran tinggi, dikhawatirkan terjadi kanibalisme terhadap ikan-ikan yang lebih lemah. Selain itu, ikan menjadi rentan terhadap penyakit akibat luka yang disebabkan oleh senggolan antar ikan atau senggolan dengan dinding karamba. Padat penebaran juga harus memperhatikan keterkaitan antara jumlah ikan yang ditebar dengan daya tampung optimal dari tempat pembesaran. Sebagai pedoman, jumlah ikan yang akan ditebar dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
PPI = (BTP) : (BRP x BRT), dimana
PPI = Padat penebaran ikan (kg/m3)
BTP = Berat total panen (kg/m3)
BRP = Berat rata-rata produksi akhir (kg/ekor)
BRT = Berat rata-rata penebaran (kg/ekor)
Penebaran benih ikan patin di sistem fence dapat dilakukan secara langsung dengan membiarkan benih keluar dari jaring apung dengan sendirinya, tanpa aklimatisasi karena jaring pendederan di tempatkan dalam fence. Padat penebaran benih menggunakan rumus sebagaimana dijelaskan di atas.
Sistem Karamba
Pada budidaya sistem karamba hanya dilakukan pembesaran, tanpa pendederan. Oleh karena itu pada buku ini tidak dijelaskan mengenai cara pendederan pada sistem karamba.
Pada tahap pembesaran, ukuran benih yang ditebar di karamba minimal telah mencapai berat 50 gr per ekor atau panjang 2,5 – 3,5 inci. Benih yang ditebar sebaiknya memiliki ukuran yang sama dan seumur. Jika ada yang lebih besar atau lebih tua umurnya dikhawatirkan akan mendominasi benih lainnya, baik dalam persaingan hidup maupun persaingan mendapat makanan. Padat penebaran benih yang disarankan adalah sekitar 5 kg/m2. Padat penebaran sebanyak itu akan menghasilkan panen sekitar 30 – 40 kg/m2.
Agar ikan patin yang ditebar di karamba jaring apung tidak mengalami stress, penebaran benih patin sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari saat suhu masih rendah. Penebaran dilakukan dengan aklimatisasi yaitu benih patin yang berada dalam kantong plastik pengangkutan di biarkan mengapung diatas air selama 5 – 10 menit. Selanjutnya kantong plastik dibuka dan ditambahkan air dari karamba jaring apung sedikit demi sedikit kedalam kantong sampai kondisi air di dalam kantong sama dengan kondisi air di dalam karamba jaring apung. Proses aklimatisasi ini selesai jika ikan patin di dalam kantong plastik keluar dengan sendirinya ke karamba.
PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN
Pakan harus mendapat perhatian yang serius karena pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan berat ikan dan merupakan bagian terbesar dari biaya operasional dalam pembesaran ikan patin. Berdasarkan hasil penelitian para ahli perikanan, untuk mempercepat pertumbuhan ikan selama pembesaran, setiap hari ikan patin perlu diberikan makanan tambahan berupa pelet sebanyak 3 – 5% dari berat total tubuhnya. Pemberian pakan dilakukan secara bertahap sebanyak empat kali yaitu, pagi, siang, sore dan malam hari. Porsi pemberian pakan pada malam hari sebaiknya lebih banyak daripada pagi, siang dan sore hari, karena ikan patin lebih aktif pada malam hari.
Namun berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya ikan patin di kabupaten OKI, terdapat perbedaan antara hasil penelitian tersebut dengan pemberian pakan yang dilakukan baik dalam hal jenis, jumlah dan saat pemberian pakan selama pembesaran. Pemberian pakan pada sistem karamba dan fence yang dilakukan di kabupaten OKI adalah sebagai berikut :
- Sistem Karamba :
Pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem karamba dilakukan sejak benih ditebar sampai saat ikan dipanen dengan jumlah pakan disesuaikan dengan umur ikan. Pemberian pakan dilakukan hanya satu kali pada sore hari. Dengan padat penebaran 1.250 ekor per karamba, pakan yang diberikan pada benih berumur 1-2 bulan adalah sebanyak 30 kg per bulan dan pada umur 3-6 bulan sebanyak 300 kg per bulan.
- Sistem fence :
Pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik pada sistem fence dilakukan sejak benih ditebar di transito sampai benih berumur 2 bulan. Pada umur ikan 3 bulan pemberian pakan berupa pelet buatan pabrik ditambah dengan pakan ramuan sendiri. Dosis pakan per 12.500 ekor penebaran pada bulan pertama adalah 50 kg, pada bulan kedua 150 kg dan pada bulan ketiga 300 kg. Setelah umur ikan lebih dari 3 bulan pakan yang diberikan hanya pakan ramuan sendiri. Bahan baku untuk pembuatan pakan ramuan sendiri mudah diperoleh dan banyak terdapat di sekitar lokasi pembesaran ikan. Pembuatan pakan buatan sendiri dilakukan setiap pagi dan pemberian pakan dilakukan sekali sehari pada sore hari. Ada dua cara pembuatan pakan ramuan sendiri, yaitu :
(a). Pakan rebus :
Bahan baku pembuatan pakan rebus terdiri atas ikan asin kualitas rendah (below standard = BS), tepung katul dan dedak halus dengan komposisi sebagaimana terdapat pada Tabel 3. Jumlah bahan baku yang disediakan adalah untuk pemberian pakan bagi 10 ribu ekor ikan.
Tabel 3.
Komposisi Bahan Baku Pakan Rebus Buatan Sendiri
Bahan Baku Komposisi menurut umur ikan di pembesaran (kg/hari)
4 bulan 5 bulan 6-7 bulan 8-10 bulan
a. Ikan asin BS 14 21 42 49
b. Tepung katul 30 45 90 105
c. Dedak halus 40 60 120 140
Jumlah 84 126 252 294
Sumber : Data primer
Adapun peralatan yang digunakan untuk pembuatan pakan adalah wadah dari tong (ukuran setengah drum), kompor pompa minyak tanah dan tungku masak. Cara membuatnya adalah sebagai berikut. Campuran bahan diramu di dalam tong dan ditambah air bersih, diaduk sampai rata dan direbus selama 2 jam, kemudian didinginkan. Setelah dingin, pakan yang masih diwadahi dalam tong atau dimasukkan kedalam karung plastik diangkut dengan perahu ke lokasi fence. Pemberian pakan dilakukan sekali dalam sehari pada sore hari dengan cara pakan dikepalkan dalam genggaman kemudian disebarkan di seluruh permukaan air. Menurut keterangan pembudidaya pemberian pakan dengan cara ini, hanya 75% pakan yang dapat dimakan oleh ikan, sedangkan sisanya 25% tidak termakan dan terbuang oleh arus air sungai yang mengalir.
Foto 4 : Pembuatan pakan rebus Foto 5 : Hasil olahan pakan rebus
Sumber: Solider, Bank Indonesia
(b). Pakan tidak dimasak :
Bahan baku untuk pembuatan pakan tidak dimasak terdiri dari dedak, ikan asin BS, ampas singkong, bekatul dan ampas tahu. Komposisi dan jenis bahan baku pembuatan pakan tidak dimasak buatan sendiri adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Jumlah bahan baku pada tabel dipergunakan untuk memberikan pakan bagi 12,5 ribu ekor ikan.
Tabel 4.
Komposisi Bahan Baku Pakan Tidak Dimasak Buatan Sendiri
Bahan Baku Komposisi menurut umur ikan di pembesaran (kg/hari)
3 bulan 4 bulan 5 bulan 6 bulan 7-10 bulan
a. Ikan asin BS 12 24 30 40 60
b. Tepung katul 12 24 30 40 60
c. Dedak halus 5 10 30 40 60
d. Ampas ubi kayu 10 20 30 40 60
e. Ampas tahu 11 22 30 40 60
Jumlah 50 100 150 200 300
Sumber : Data primer
Foto 6. Pengolahan pakan menggunakan mesin Foto 7. Hasil pakan menggunakan mesin
Sumber: Solider, Bank Indonesia
Pengolahan pakan menggunakan seperangkat alat-alat mekanis yang dirancang sendiri. Peralatannya terdiri dari generator diesel berkekuatan 15.000 watt, mesin cincang daging (molen) ukuran besar 4 buah dan dinamo sebagai tenaga penggerak. Cara pembuatan pakan adalah sebagai berikut: Masing-masing bahan baku pakan ditimbang sesuai kebutuhan dan dicampur di dalam wadah ukuran persegi empat yang terbuat dari papan serta diaduk sampai rata, kemudian dimasukkan kedalam molen untuk diproses menjadi pelet. Kemudian pelet di tampung dalam wadah plastik, dijemur beberapa jam di sinar matahari dan siap untuk diberikan kepada ikan. Hasil pakan olahan hampir sama dengan pakan buatan pabrik yaitu pelet berbentuk silindris ukuran diameter 5 mm dan panjang 4 – 5 cm. Menurut keterangan pembudidaya pemberian pakan dengan cara ini lebih efektif karena sebanyak 99% pakan dapat dimakan oleh ikan, sedangkan sisanya sebanyak 1% terbuang bersama arus air sungai yang mengalir.
PENGENDALIAN HAMA
Serangan hama pada umumnya lebih banyak terjadi pada pendederan dan pembesaran karena kegiatan tersebut dilakukan di alam terbuka, sedangkan pembenihan dilakukan di ruangan tertutup. Hama ikan patin berukuran lebih besar dari pada ikan patin dan bersifat memangsa (predator), sehingga secara fisik mudah dikenali. Jenis-jenis hama tersebut dan cara pemberantasannya telah dijelaskan dimuka.
Penyakit yang sering menyerang ikan patin terdiri dari dua golongan yaitu penyakit infeksi yang timbul karena gangguan organisme patogen dan penyakit non infeksi yang timbul karena organisme lain. Penyebab penyakit infeksi adalah parasit, bakteri dan jamur yang dapat menular. Sedangkan penyebab penyakit non infeksi adalah keracunan dan kekurangan gizi.
Penyakit akibat infeksi :
• Parasit adalah penyakit bintik putih (white spot), yang terjadi akibat infeksi Ichtyophthirius multifiliis yang biasanya menyerang benih berumur 1 – 6 minggu. Gejala serangan dicirikan dengan adanya bintik-bintik putih di lapisan lendir kulit, sirip dan lapisan insang dan berenangnya tidak normal. Penanggulangannya dengan menggunakan formalin yang mengandung Malachite Green Oxalate (FMGO) sebanyak 4 gram/liter air. Pencegahan pada ikan yang berukuran lebih besar adalah dengan perendaman selama 24 jam dalam FMGO dengan dosis 10 ml/m3 air seminggu sekali.
• Bakteri yang menyerang ikan patin adalah Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Serangan terjadi pada bagian perut, dada dan pangkal sirip disertai perdarahan. Gejalanya lendir di tubuh ikan berkurang dan tubuhnya terasa kasar saat diraba. Pencegahannya adalah dengan memusnahkan ikan yang mendapat serangan cukup parah agar tidak menulari ikan yang lain. Jika serangan belum parah dapat dilakukan pengobatan dengan cara perendaman menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) sebanyak 10-20 ppm selama 30-60 menit. Cara pengobatan lain adalah perendaman dalam larutan Nitrofuran sebanyak 5-10 ppm selama 12-24 jam atau dalam larutan Oksitetrasiklin sebanyak 5 ppm selama 24 jam. Selain perendaman, pengobatan dapat dilakukan dengan mencampurkan obat-obatan ke dalam makanan seperti Chloromycetin sebanyak 1-2 gram per kg makanan.
• Jamur dapat menyerang ikan patin karena adanya luka-luka di badan ikan. Jamur yang sering menyerang adalah dari golongan Achlya sp. dan Saprolegnia sp. Ciri-ciri ikan patin yang terserang jamur adalah adanya luka di bagian tubuh terutama di tutup insang, sirip dan bagian punggung. Bagian-bagian tersebut ditumbuhi benang-benang halus seperti kapas berwarna putih hingga kecoklatan. Pencegahannya adalah dengan menjaga kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan ikan dan menjaga agar tubuh ikan tidak terluka. Cara pengobatannya adalah dengan perendaman dalam larutan Malachite Green Oxalate dengan dosis 2-3 gram/m3 air selama 30 menit, diulang sampai tiga hari berturut-turut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pembudidaya di kabupaten OKI, serangan hama dan penyakit terhadap ikan patin yang dipelihara relatif sedikit. Gejala penyakit yang sering timbul adalah kurangnya nafsu makan ikan, terutama pada musim kemarau. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya digunakan multivitamin Previta Fish P yang dicampur dalam makanan buatan sendiri atau pemberian makanan berupa pelet buatan pabrik yang sudah mengandung vitamin. Untuk serangan penyakit tertentu yang mengakibatkan kematian ikan digunakan obat Khemy dengan dosis pengobatan 1,5 sendok teh yang dicampur dalam pakan buatan sendiri.
PANEN
Pada umumnya panen pada pembesaran ikan patin dapat dilakukan setelah 6 – 12 bulan pada saat ikan mencapai ukuran berat satu kilogram. Ikan patin yang dipelihara di karamba jaring apung dengan ukuran awal 5 inci membutuhkan waktu selama 6 – 8 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Sedangkan ikan patin yang dipelihara dengan sistem fence dengan ukuran awal 1,5 – 2 inci membutuhkan waktu selama 8 – 12 bulan untuk mencapai ukuran satu kilogram. Pemanenan dilakukan secara selektif karena pertumbuhan ikan tidak seragam.
Cara panen ikan patin adalah dengan menggunakan serok atau alat tangkap lainnya. Penanganan saat pemanenan harus hati-hati dan menghindari adanya luka karena dapat menurunkan mutu dan harga jual ikan. Penangkapan langsung menggunakan tangan sebaiknya tidak dilakukan karena tangan bisa terluka terkena patil atau duri sirip ikan. Untuk menjaga mutu ikan yang dipanen, sehari sebelum dipanen biasanya pemberian pakan dihentikan (diberokan). Ikan patin yang dipanen dimasukkan dalam wadah yang telah diisi dengan air jernih sehingga ikan tetap hidup dan tidak stress.
KENDALA PRODUKSI
Pada saat ini di daerah OKI belum ada UPR ikan patin dan produksi benih oleh UPR di Palembang belum mencukupi permintaan masyarakat Sumsel. Oleh karena itu benih ikan patin didatangkan dari Bogor dan daerah lain di Pulau Jawa. Walaupun keadaan transportasi cukup baik, namun keadaan ini dapat menjadi kendala di masa yang akan datang, yaitu harga benih menjadi lebih mahal dan jumlah pasokan benih sulit diprediksi, sehingga akan mempengaruhi usaha budidaya pembesaran ikan patin di daerah ini. Kendala lain yang dihadapi adalah usaha pembenihan ikan patin memerlukan biaya cukup tinggi karena usaha pembenihan memerlukan persyaratan teknologi budidaya tertentu. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah Pemerintah Daerah setempat bekerjasama dengan Balai Penelitian Perikanan Air Tawar di kecamatan Mariana dan dinas terkait, membantu pengadaan unit-unit pembenihan ikan patin.
Dalam budidaya ikan air tawar, pakan merupakan kebutuhan primer untuk mempercepat pertumbuhaan ikan. Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan air tawar yang lahap dalam konsumsi pakan. Pakan buatan pabrik relatif mahal, sehingga masyarakat berusaha mengganti pakan pabrik dengan pakan buatan sendiri yang bahan bakunya diperoleh dari daerah sekitarnya. Masalahnya adalah dosis pakan buatan sendiri belum dapat dipastikan sesuai dengan kebutuhan ikan, sehingga efisiensi penggunaannya belum diketahui. Usaha yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dilakukannya penelitian, penyuluhan dan pelatihan oleh pihak yang berkepentingan kepada para pembudidaya dalam pembuatan pakan buatan yang memenuhi syarat teknis budidaya dan secara ekonomis menguntungkan.
Oleh karena sistem fence baru berkembang dalam tiga tahun terakhir, maka kendala utama yang dihadapi oleh calon pembudidaya ikan patin yang akan memakai sistem ini adalah dalam hal : penguasaan teknik konstruksi fence; penguasaan manajemen pemeliharaan ikan patin; dan belum adanya informasi mengenai rencana lokasi lahan budidaya. Kendala teknik konstruksi dan manajemen pemeliharaan dapat diatasi apabila lembaga terkait aktif memberikan penyuluhan dan pelatihan ketrampilan kepada masyarakat calon pembudidaya. Lembaga terkait saat ini telah memberikan penyuluhan dan pelatihan, namun masih perlu ditingkatkan. Sedangkan kendala informasi dapat diatasi dengan keaktifan dua belah pihak yaitu Pemerintah dan calon pembudidaya untuk saling mencari dan menyebarluaskan informasi mengenai rencana peruntukan lokasi budidaya ikan patin. Ketepatan lokasi penting agar tidak merugikan seluruh pihak baik pembudidaya, pemerintah daerah maupun bank apabila proyek dibiayai oleh bank. Kerugian perlu dicegah karena budidaya ikan patin adalah usaha yang terkait erat dengan usaha pada sektor-sektor lain baik usaha-usaha disektor hulu maupun sektor hilir. Usaha ini mempunyai kaitan dengan sektor hulu karena:
• dapat menghidupkan usaha penyediaan bahan baku lokal untuk pembuatan karamba dan fence serta peralatan perikanan
• memanfaatkan limbah produk ikan olahan dan hasil sampingan industri kecil pengolahan hasil pertanian sebagai bahan baku untuk pakan ikan
• menghidupkan usaha produksi dan jasa penyediaan benih dan saprokan lainnya.
Sedangkan di sektor hilir usaha ini dapat menghidupkan kegiatan ekonomi yang mencakup usaha sektor pedagangan ikan, usaha rumah makan/restoran, usaha transportasi dan pelayanan kredit perbankan. Sektor usaha budidaya ikan patin juga memberikan sumbangan bagi pemerintah daerah berupa Pajak Bumi dan Bangunan dan retribusi usaha budidaya ikan.
http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/22/aspek-produksi-budidaya-pembesaran-ikan-patin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar